"Sepuluh kali sehari, Anda pergi kepada orang miskin, sepuluh kali pula Anda akan menemukan Tuhan "(St. Vinsensius A Paulo)

22 November 2012

Pertemuan Umum Lampung 26-28 Oktober 2012




Pertemuan Umum Dewan Wilayah Lampung kali ini diadakan di Kotabumi (Lampung Utara) pada tgl. 26-28 Oktober 2012, mengambil lokasi di sekolah Slamet Riyadi. Pengurus Dewan Nasional juga hadir yang diwakili oleh Sdri. Linda & Winata.  Para peserta baik tua & muda sangat bersemangat mengikuti acara pertemuan ini, yang merupakan sarana untuk mencari dan berbagi pengalaman dalam pelayanan di SSV. Mereka semua berkumpul menjadi satu tidur & mandi pun bersama-sama di sekolah tsb.  

Di tengah cuaca yang sangat terik, para Vinsensian dari segala penjuru Lampung berdatangan dengan jumlah peserta hampir 230 orang. Waaooow... Baru kali ini kami melihat sebuah pertemuan dengan lingkup Dewan Wilayah namun peserta seperti sebuah Pertemuan setingkat Dewan Nasional.

Mengambil tema "Dengan Mengembangkan Jaringan Kasih & Persaudaraan Sejati, Semoga dapat meringankan beban penderitaan kaum miskin“, pertemuan dibuka dengan misa syukur oleh Rm. Agus Sayekti, Pr. Dalam kotbahnya, beliau mengingatkan bahwa generasi muda janganlah menjadi generasi yang loyo, namun dapat mengikuti yang namanya tanda-tanda jaman.
Sesi pada hari pertama diisi oleh Dewan Nasional dengan mengangkat spiritualitas tentang 4 pilar Serikat Sosial Vinsensius, yaitu : Iman, Karya, Persaudaraan, & Tertib Organisasi. Di mana dengan dasar 4 pilar inilah yang menjadi landasan pelayanan kita untuk para kaum miskin dapat merasakan persaudaraan & kasih yang berasal dari Yesus sendiri. Melalui sesi ini beberapa anggota Vinsensian diberi kesempatan untuk sharing, bagaimana mereka menjadi Vinsensian. Dimana dengan ikut SSV mereka bisa berjumpa dengan Yesus, diberikan berkat yg berlimpah, dan terutama semangat Persaudaraan yang belum pernah mereka jumpai di organisasi yang lain.

Read More..

03 Oktober 2012

Perayaan Tahun Emas SSV Indonesia

Serikat Sosial Vinsensius (SSV) Indonesia merayakan Misa syukur untuk mengawali serangkaian acara Perayaan Tahun Emas berkarya di Indonesia. Misa itu digelar di Gereja St. Yosef, Kediri, Jawa Timur, Minggu, 30 September 2012, yang dihadiri sekitar 200 umat dari anggota SSV di Jawa Timur, Keluarga Vinsensian Kediri, Dewan Paroki St. Vinsensius dan St. Yosef Kediri dan undangan utusan SMPK St. Maria, SMPK Mardi Wiyata dan SMAK Agustinus, Kediri.

Misa dipersembahkan oleh Romo Antonius Sad Budianto CM, Penasehat Rohani Dewan Nasional (Denas) SSV, Romo Adi Sapto Widodo CM, Penasehat Rohani Dewan Wilayah Malang, dan Romo Thomas Suparno CM, Koordinator Keluarga Vinsensian (KeVin) Kediri dan kepala Paroki St. Yosef.


Dewan Nasional SSV memilih kota Kediri sebagai tempat pembukaan Rangkaian Tahun Emas didasarkan fakta sejarah pembentukan konferensi SSV pertama kali di Indonesia berawal di Paroki St. Vinsensius Kediri pada 19 Juli 1963 atas prakarsa Romo Gerard Boonekamp CM.

Dari kota Kediri inilah Romo Gerard berusaha agar SSV dapat berkembang di seluruh Indonesia. Melalui korespondensinya dengan para pastor di seluruh Indonesia maka SSV hadir di berbagai daerah diantaranya Onekore, Ende (1964), Kisol, Ruteng (1964), Jember (1964), Bandung (1964), Surabaya (1964), Cicurug, Bima, Makale, Garut, Batu, Malang, Minanga, Atambua, Probolinggo, Situbondo, Balige, Medan, Kotabumi, Tampo dan Cilacap.

Di Gereja St. Yosef Kediri yang dulunya Seminari Tinggi Katolik, menjadi tempat bersejarah terbentuknya organisasi Dewan Wilayah pertama yang menjadi dasar terbentuknya Dewan Nasional SSV Indonesia.

Sebelum perayaan Ekaristi dimulai umat diajak menyaksikan video dokumenter tentang karya-karya SSV dari masa ke masa. Di akhir perayaan Ekaristi diadakan launching logo Tahun Emas SSV Indonesia dengan moto “Setiaku Melayani-Mu” sebagai tanda dimulainya Rangkaian Kegiatan Perayaan Tahun Emas SSV Indonesia.

Direncanakan selama Perayaan Tahun Emas, SSV akan mengadakan kegiatan kerohanian dan sosial di berbagai daerah di Indonesia, termasuk puncak acara Pertemuan Nasional SSV di Sawiran yang dihadiri oleh semua anggota SSV di Indonesia, yang diadakan pada Juni 2013.

Usai Misa diadakan ramah tamah dan pementasan tablo oleh Vinsensian Kediri dengan bimbingan Ibu Agnes tentang kesetiaan pelayanan dan dilanjutkan dengan pemberian penghargaan kepada J. Soeparlan dan Ibu C.P Soebari atas kesetiaan mereka selama 49 tahun menghayati panggilan menjadi Vinsensian sejati sehingga dapat menjadi teladan bagi generasi muda.

SSV, sebuah organisasi internasional kaum awam Katolik yang diakui oleh kepausan, yang didirikan oleh Beato Frederic Ozanam dan kawan-kawannya di Paris tahun 1833. Organisasi ini diilhami oleh karya dan pemikiran Santo Vinsensius a Paulo sebagai pelindungnya.

Hingga saat ini SSV Indonesia memiliki 8 Dewan Wilayah, 36 Dewan Daerah dan 358 Konferensi yang tersebar di seluruh Indonesia dengan melibatkan lebih dari 4.000 Vinsensian.

Artikel ini dikirim oleh Lana Sari dari Depart Komdok Denas SSV Indonesia

Read More..

20 Mei 2012

Hujan Yang Dinanti

Jalanan masih tampak basah oleh sisa guyuran hujan. Hujan deras yang turun semalam mendinginkan  suasana yang sudah sekian lama terasa panas. Betapa menyegarkan, bak rasa dahaga yang tak tertahankan lalu disegarkan oleh tetesan air dingin yang mengalir di tenggorokan.  Betapa kontrasnya hari-hari sebelumnya dengan tadi malam. Musim kemarau kali ini datang lebih panjang daripada tahun-tahun sebelumnya. Udara panas yang menerpa tubuh juga membuat pikiran serasa cepat “panas”. Bahkan kadang cenderung mempermainkan emosi kita. Ada seorang psikolog yang mengatakan bahwa pikiran dan badan kita adalah satu kesatuan yang tak terpisahkan. Apa yang dirasakan oleh tubuh juga dirasakan oleh pikiran. Demikian pula sebaliknya apa yang ada di pikiran kita juga dirasakan oleh tubuh kita. Rasanya Air Conditioning di kamarpun tidak mampu mendinginkan gelombang panas yang menerpa akhir-akhir ini. Namun kegembiraan menyambut datangnya hujan tidak disikapi sama oleh setiap orang. Setidaknya itu yang aku lihat pagi ini…..

Seorang Bapak penjual Koran di perempatan jalan Ngagel yang biasa aku lewati tampak tengah berjuang dengan susah payah melewati genangan air yang ada. Mungkin genangan itu tidak terlalu menjadi masalah bagi kebanyakan orang, namun Bapak tadi “terpaksa” harus berjalan dengan tongkat penyangga karena ia tidak memiliki kaki kanan lagi. Entah apa yang menyebabkan ia harus kehilangan sebuah kakinya… Dengan bantuan sepasang tongkat itu Ia berusaha mendekati mobil-mobil yang berhenti diperempatan, berjalan dengan susah payah sambil tangan kanannya menggenggam tumpukan Koran sekaligus juga tongkat penyangga. Ia menawarkan koran dari mobil ke mobil dengan wajah tersenyum, berharap ada yang mau membelinya. Koran itu dibungkus dengan plastik kumal untuk melindunginya dari siraman air. Sementara semprotan air sisa hujan semalam yang ada diaspal entah berapa kali sudah menghantam dirinya dan seolah menjadi sahabat akrabnya pagi itu.

Read More..

14 Maret 2012

Cinta dan Perjumpaan

Rm. Agus Setyono, CM

Pagi itu, dalam kesempatan ngobrol sambil makan bersama, seorang sahabat bercerita mengenai rasa jengkelnya. Rasa jengkel itu muncul karena dia dan lembaga yang dia pimpin dicap tidak peduli terhadap nasib orang miskin. “Bagaimana mungkin saya dinilai tidak mencintai orang miskin? Setiap tahun – kalau dihitung – saya mengeluarkan sedikitnya 300 juta untuk orang miskin.” “Oh… berarti kamu mengukur cinta kepada orang miskin dengan seberapa rupiah yang kamu keluarkan?” Pikirku dalam hati.



Dengan pola pikir ini rasanya kita tidak terlalu sulit untuk membuat kesimpulan tentang sikap kita terhadap orang miskin: semakin sedikit uang dan barang yang kita berikan kepada orang miskin, maka semakin kecil pula rasa cinta kita kepada orang miskin. Sebaliknya, kita dapat dikatakan mencintai orang miskin jika semakin besar jumlah uang dan barang yang kita sumbangkan untuk menopang hidup orang miskin. Benarkah demikian? Bernarkah uang dan barang itu adalah ukuran utama untuk mengatakan bahwa saya mencintai orang miskin atau tidak? Kalau itu benar, maka selama saya tidak memiliki uang dan barang, maka saya pasti tidak bisa dikatakan mencintai orang miskin. Dan sebaliknya saya akan dapat dikatakan mencintai orang miskin, jika saya mempunyai uang dan atau barang yang bisa saya sumbangkan untuk orang miskin. Logika ini sekurang-kurangnya semakin menyadarkan saya akan fenomena yang sering terjadi saat ini. Bukan hanya sahabat saya, ternyata mayoritas orang jaman sekarang seringkali mengukur partisipasinya dalam kehidupan orang lain, terutama mereka yang miskin, dengan pemberian materi. Dan logika inilah yang menghantarkan orang-orang jaman ini dalam keengganan untuk memasuki kehidupan orang miskin. Keengganan ini biasanya disertai banyak alasan. Misalnya: saya sibuk, tidak punya waktu, itu bukan tugas saya, dan seterusnya. Tidak hanya berkaitan dengan keengganan, tetapi logika di atas seringkali menjebak kita pada sikap-sikap mengadili orang miskin, keputus-asaan, dan seterusnya. Ada sahabat lain pernah bercerita: “menolong orang miskin… untuk apa? Saya sudah mengorbankan puluhan juta, tetapi ternyata orang miskin masih tetap miskin. Rasanya sia-sia saya mengorbankan banyak hal untuk orang miskin”. Inilah efek yang langsung kentara jika kita mengukur keterlibatan dalam hidup orang miskin dengan uang dan materi. Kita akan merasa sia-sia. Putus asa. Dan mungkin justru akan membenci orang miskin. Apakah memberi uang dan materi kepada orang miskin itu salah? Tidak. Tetapi uang dan materi tidak bisa secara serta merta dijadikan patokan dalam pelayanan kepada orang miskin. Seorang tokoh Jerman, Frederic Williem Raiffeisen mengatakan: “Yang bisa menolong orang miskin adalah orang miskin itu sendiri!” Kalau kita setuju dengan pendapat Frederic, maka uang dan materi yang kita berikan kepada orang miskin sebenarnya hanyalah salah satu dari sekian banyak faktor pelayanan atau keterlibatan dalam kehidupan orang miskin. Di atas uang dan materi ada faktor yang lebih mendasar, yaitu orang miskin itu sendiri. Frederic hendak mengatakan bahwa kalau kita ingin menolong orang miskin, maka faktor pertama yang harus menjadi fokus perhatian kita adalah orang miskin itu sendiri, dan bukan uang atau barang. Mengapa demikian? Ya tentu saja karena orang miskin adalah subjek atau pelaku utama perubahan. Kita tidak mungkin merubah orang miskin. Maka yang mungkin untuk kita lakukan adalah mengupayakan piranti-piranti yang meniscayakan orang miskin untuk bangkit, tumbuh dan berkembang. Sudah barang pasti, agenda ini tidak bisa kita tempuh hanya melalui pemberian uang dan barang. Kebangkitan, komitmen untuk tumbuh kembang akan menjadi keniscayaan jika kita sungguh-sungguh masuk dalam dunia dan kehidupan orang miskin. Dan untuk itu tidak bisa tidak kita harus berjumpa dengan orang miskin. Apa pentingnya perjumpaan? Seperti halnya perjumpaan-perjumpaan pada umumnya, perjumpaan dengan orang miskin akan menghantar kita pada dialog kehidupan. Saling berbagi. Saling mendengarkan. Saling belajar dan memberi inspirasi. Saling memupuk empati. Tataran paling mendalam dari perjumpaan adalah lahirnya benih-benih relasi yang didasari ketulusan kasih cinta yang saling menumbuhkan dan memberdayakan. Kalau perjumpaan sudah mencetuskan benih-benih kasih cinta, maka relasi dengan orang miskin niscaya bukan lagi merupakan relasi subjek (saya sebagai manusia) dengan objek (orang miskin yang harus dimanusiakan). Sebaliknya relasi dengan orang miskin akan menjadi relasi subjek (manusia) dengan subjek (manusia) yang setara. Setara. Apa maksudnya? Seringkali orang miskin, karena kemiskinannya, kita anggap sebagai pribadi yang martabatnya lebih rendah dari kita. Padahal yang terjadi hanyalah “nasib” yang berbeda. Kita lebih beruntung, lebih kaya, dan seterusnya. Sementara orang miskin tidak beruntung, lebih miskin dari kita. Kondisi (nasib) yang berbeda tentu tidak bisa langsung digunakan sebagai pondasi untuk mengatakan bahwa martabat kita berbeda. Kita yang berada dalam situasi hidup yang lebih baik adalah manusia. Orang miskin yang hidup miskin juga adalah manusia. Maka apa yang membuat kita berpandangan bahwa kita lebih superior dan orang miskin lebih inferior? Tentu tidak ada alasan yang sangat mendasar dalam hal ini. Kita dan orang miskin sesungguhnya memiliki martabat yang sama. Kita dan orang miskin sebenarnya memiliki kesetaraan. Inilah sesungguhnya pondasi yang harus kita tanamkan dalam diri kita jika kita hendak melakukan pelayanan dan berelasi dengan orang miskin. Pondasi relasi dengan orang miskin adalah cinta, dan bukan uang atau barang. Pondasi relasi dengan orang miskin adalah keyakinan bahwa saya dan orang miskin adalah manusia yang memiliki kesamaan martabat.


Rm. Agus Setyono, CM
www.dokasg.wordpress.com

Read More..

01 Februari 2012

Menarik Kaum Muda

Saat ini di Indonesia berdasarkan data terakhir yang dimiliki Dewan Nasional SSV hanya ada sekitar 11 % dari total 350 konferensi yang beranggotakan anak muda. Kondisi ini perlu menjadi catatan tersendiri dalam pengembangan serikat di tanah air. Padahal bila melihat pada sejarah diawal pendiriannya tahun 1833 di Paris, motor penggerak SSV adalah para mahasiswa yang nota bene adalah kaum muda. Saat itu Ozanam bersama teman-teman mahasiswanya bangkit mulai bekerja untuk melayani orang miskin. Mereka begitu bersemangat dalam pelayanan, sesuai dengan jiwa dinamis yang menyertainya.


Problem yang dialami oleh SSV juga sering dihadapi oleh kelompok-kelompok kategorial yang lainnya. Apa penyebab dari kurangnya minat kaum muda untuk terjun di aktivitas sosial ? Perilaku Hedonisme yang berkembang di kalangan muda ditunjuk sebagai salah satu “kambing hitam”. Di kota-kota besar tumbuhnya mal-mall, pusat perbelanjaan serta hypermarket ikut mempengaruhi perilaku anak muda. Tayangan televisi dengan berbagai macam acara hiburannya banyak yang menampiljan pesan-pesan kemewahan, menggelontor setiap hari dalam waktu 24 jam. Selain itu perkembangan dalam dunia teknologi yang sangat pesat juga membuat berkurangnya hubungan sosial atau antar pribadi di masyarakat. Internet merupakan sesuatu yang bukan lagi aneh bagi anak muda dimana mereka bisa mencari informasi apapun disana selama 24 jam sehari.




Menyadari akan kondisi itu, maka akhir-akhir ini para anggota Dewan di tingkat daerah, wilayah maupun Nasional memberikan perhatian tersendiri kepada kaum muda di tanah air. Salah satu butir rekomendasi yang diputuskan dalam pertemuan tahunan 2008 di Sarangan - Magetan juga menegaskan bahwa sampai dengan tahun 2010 setiap Dewan Wilayah akan membentuk konferensi baru yang anggotanya khusus terdiri dari anak muda. Butir rekomendasi yang lain juga mengatakan bahwa akan ada pembinaan kaum muda di masing-masing Dewan Wilayah dalam tahun 2009.
Beberapa Dewan Wilayah telah dan mulai melakukan pembinaan untuk kaum muda itu.

Memang, menarik minat kaum muda dibutuhkan kesabaran. Dalam pertemuan baru-baru ini, seorang vinsensian muda menceritakan bahwa dia masuk SSV “tanpa terasa dijebak”. Melibatkan secara tidak langsung pada kegiatan-kegiatan SSV, tanpa menuntut banyak pada dirinya membuat ia akhirnya jatuh cinta pada SSV.

Kabar yang menggembirakan datang setelah Dewan Nasional menyelenggarakan TMKV (Temu Kaum Muda Nasional ) yang diadakan di Wisma Bethlehem – Malang Bulan Juli 2011 yang lalu. Bak “gelombang tsunami” antusiasme dari vinsensian muda menular ke daerah-daerah. Dimulai dari DD Surabaya, DD Klaten, Dewil Madiun, DD Yogya, Dewil Lampung semua berinisiatif mangadakan acara yang serupa dengan TMKV itu. Lalu tanpa dikomando, mereka membuat group “SSV Kaum Muda” di media sosial Facebook. Keberadaan group ini meramaikan group-group SSV. Ini merupakan sarana yang baik bagi berkembangnya SSV di tanah air.

Saat ini dari beberapa informasi mulai tampak tumbuh beberapa konferensi muda seperti di Madiun, Surabaya, Lampung, Klaten. Kemudian ada harapan konferensi muda juga tumbuh di Jember juga Banyuwangi. Nah …mari kita bina jiwa muda ini untuk berkarya dengan sesama.
Alangkah indahnya bila pertemuan kita banyak dihadiri oleh kaum muda. Mereka akan menjadi tulang punggung bagi karya SSV di masa yang akan datang.

Mengajak, mengundang dan melibatkan kaum muda adalah tugas kita bersama. Tidak hanya tugas Dewan Nasional, Dewan Wilayah ataupun Dewan Daerah, tapi ini tugas setiap vinsensian untuk merangkul anak muda dalam karya sosial. Sebuah tugas yang tak kalah pentingnya dengan pelayanan yang dilakukan oleh SSV itu sendiri….

Tuhan memberkati.
Erik

Read More..

14 Desember 2011

Kata-kata Vinsensius

“Bila anda terpaksa meninggalkan doa untuk melayani orang miskin, jangan cemas, karena itu berarti meninggalkan Tuhan untuk berjumpa lagi dengan Tuhan dalam diri orang miskin.” (Vinsensius)
================


===================
“Inilah alasan yang membuat anda harus melayani orang-orang miskin dengan hormat, sebagai majikan anda, dan dengan bakti, yaitu bahwa mereka mewakili pribadi Tuhan kita, yang berkata: Apapun yang engkau lakukan untuk salah seorang saudaraku yang paling hina ini, engkau lakukan untuk aku.” (Vinsensius)

Read More..

17 November 2011

Matahari Terbit di Panti Semedi

Konferensi Santa Maria Immaculata - Klaten dalam kegiatannya juga melayani koor atau paduan suara, baik untuk mengiringi Ekaristi Minggu di Gereja ataupun Ekaristi untuk ujub tertentu seperti Ekaristi Perkawinan dan sebagainya. Kelompok koor tersebut kami beri nama Paduan Suara SSV “Kevin Choir”. Dalam mengiringi Ekaristi untuk Ujub tertentu biasanya kami mendapat honorarium yang nominalnya tidak kami tentukan melainkan seikhlasnya saja dan hasilnya bisa untuk menambah kas konferensi.
Merupakan sebuah kenangan indah yang tak terlupakan bagi PS “Kevin Choir” ketika kami diminta untuk mengiringi Perayaan Ekaristi Bapak Uskup. Saat itu, tanggal 19-20 Maret 2011 bertempat di Rumah Retret Panti Semedi diselenggarakan rekoleksi Keluarga Besar Dokter Katolik se Jogja-Solo-Semarang. Pada hari Minggu, 20 Maret 2011 kegiatan tersebut ditutup dengan Perayaan Ekaristi dipimpin oleh Bapak Uskup Agung Semarang, Mgr. Yohanes Pujosumarto dan PS “Kevin Choir” mendapat kesempatan emas sebagai koor pengiring. Berhubung di kapel Panti Semedi yang tersedia adalah buku Madah Bakti, oleh panitia kami diminta untuk mengambil lagu-lagu dari Madah Bakti. Tepat pukul 11.00 kami lantunkan lagu “Dijenjang Maaf” sebagai lagu pembuka, dan selanjutnya menggemalah tembang-tembang kenangan era tahun 80an, harap maklum bahwa mulai tahun 1990 di Paroki Klaten dalam Perayaan Ekaristi tidak lagi memakai buku Madah Bakti melainkan telah menggunakan buku yang baru yaitu Puji Syukur.


Dalam kotbahnya Bapak Uskup mengharap para Dokter Katolik dapat menjadi dokter yang penuh welas asih, sebagaimana telah dicontohkan Yesus Sang Maha Dokter yang telah menyelamatkan manusia dari kematian akibat dosa dengan mengorbankan nyawaNya sendiri. Sebagai ilustrasi Bapak Uskup bercerita, ketika menghadiri undangan acara doa bersama pada masa tanggap bencana erupsi Merapi. Saat menyampaikan sambutannya Bapak Uskup mengisahkan mimpinya, suatu ketika disebuah pondok pesantren Pak Kyai tengah memberikan wejangan kepada para santrinya.
Kata Pak Kyai : “Anak-anakku apakah kalian sudah mengerti, kapan atau bilamana matahari terbit ?” setelah berpikir sejenak beberapa santrinya mencoba memberikan jawaban. Ada yang menjawab pukul 05.30 habis subuh, santri yang lain menjawab pada saat ayam jantan berkokok, dan santri lainnya lagi menjawab pada saat langit timur semburat kemerahan. Dari jawaban-jawaban para santri tersebut tidak satupun yang berkenan bagi Pak Kyai. “Anak-anakku jawabanmu semuanya tidak salah, namun ada jawaban yang merupakan kebenaran hakiki : bahwa sesungguhnya matahari terbit dari lubuk hatimu ketika kamu memandang mereka yang memerlukan pertolongan, mereka yang membutuhkan bantuan, mereka yang mengharapkan santunan, mereka semua adalah sebagai saudara-saudaramu sendiri….you are my sunshine”.


               You're my sun when the rain is falling
               You're the moon when the night comes
               You're the air that I am breathing
               You're the one that makes me believe in destiny


Klaten, 20 Maret 2011


R. Tri Wahyanto

Read More..

19 September 2011

Umat Kristiani Harus Pahami Orang Miskin


Umat Kristiani yang fokus pada pemberantasan kemiskinan dan ketidakadilan hendaknya mengembangkan spiritualitas mereka sendiri. Mereka harus mencoba hidup di tengah orang miskin agar bisa memahami dengan lebih baik tentang situasi hidup mereka.
Banyak orang di seluruh dunia tidak menyadari kehidupan yang dialami kaum marjinal, karena mereka sendiri menjadi sasaran materialisme yang tak terkendali sehingga mereka menjadi individualistis dan egois,” kata Anton Meemana, guru besar filsafat dan fenomenologi agama dalam rekonsiliasi dan perdamaian di Universitas La Salle di Filipina. “Hal ini tidak beda dengan banyak umat Kristiani di Sri Lanka karena gaya hidup mereka menggoda mereka untuk semakin konsumtif,” kata Meemana, yang juga seorang dosen tamu di Universitas Kelaniya, Sri Lanka.

Ia berbicara selama Kuliah Peringatan tentang Ibu Teresa di auditorium Caritas Sri Lanka di Colombo, Senin (12/9). Ia mengatakan dengan hidup bersama orang miskin, “Kita bisa belajar dari mereka bagaimana mereka merasakan kekurangan.”
Semua masalah manusia adalah problem spiritual dan solusi-solusinya adalah juga spiritual. Masyarakat kita butuh landasan spiritual yang mendalam, bukan landasan materi,” katanya kepada para pastor, suster dan tokoh awam.

Read More..

23 Agustus 2011

SSV Bertumbuh Dewasa

Michael Thio, 66, baru saja memulai jabatannya sebagai ketua umum ke-15 dari International Confederation of the Society of St. Vincent de Paul (SSVP) atau yang lebih dikenal dengan SSV (Serikat Sosial Vinsensius). Terpilih dengan suara 87 persen pada 28 Mei, 2010 dalam Sidang Umum di Salamanca, Spanyol, pria asal Singapura ini merupakan orang Asia pertama dan orang non-Eropa pertama yang memimpin serikat kerasulan awam sedunia itu sejak didirikan 1833 di Perancis.


Thio secara resmi memulai tugasnya pada 27 September, pesta St. Vincent de Paul. Thio telah terlibat dalam SSV sejak 1967, pertama di Singapura, lalu di tingkat Asia, dan akhirnya di tingkat global. Dia berbicara dengan ucanews.com di Melaka, Malaysia, ketika menghadiri sebuah acara SSV tingkat nasional di sana.


ucanews.com: Apa artinya menjadi orang Asia pertama yang mengetuai SSV di tingkat internasional?


Setelah 177 tahun sejak didirikan, gerakan global di 146 negara itu untuk pertama kalinya memilih seorang ketua umum non-Eropa. Ini tak terduga dan merupakan sebuah momen sejarah bagi Serikat tersebut. Menurut saya, dalam perjalannya yang cukup lama, Serikat ini telah bertumbuh dan menjadi dewasa. Sementara negara-negara Eropa kini memiliki 30 persen keanggotaan, keanggotaan global dari Afrika dan Asia / Oceania mencapai 50 persen. Dan juga, secara individual, anggota di Eropa berkurang sementara anggota di Afrika dan Asia/Oceania terus meningkat. Ini merupakan suatu peralihan paradigma yang dilihat perlu dalam pertumbuhan dan perkembangan Serikat ini di luar Eropa.


Lingkungan demografis, politik, ekonomi, budaya, dan profesional di luar Eropa telah menghasilkan orang yang mampu untuk mengelola organisasi global. Kenyataan bahwa orang non-Eropa terpilih, ini menunjukkan bahwa demokrasi dan keterbukaan ada dalam Serikat ini, yang berani menghadapi tantangan dalam mengatasi kebutuhan orang miskin dan tertindas yang semakin meningkat di seluruh dunia. Serikat ini merupakan sebuah Serikat Katolik global yang benar-benar Kristiani.


Dewasa ini, kita ada di 147 negara yang tersebar di setiap benua. Kita beroperasi di bawah delapan wilayah, masing-masing dipimpin oleh Wakil Ketua Internasional Tingkat Teritorial (ITVP, International Territorial Vice President) yang memberi melapor untuk Dewan Umum Internasional,yang berpusat di Paris. Serikat ini kini menjadi salah satu kerasulan amal yang sangat bersemangat, bertumbuh, terkenal, dan disegani di dunia.


Sebagai ketua umum, apa rencana Anda untuk SSV?


Ketika terpilih Mei lalu, saya men-sharing-kan tujuan-tujuan saya sebagaimana tercatat dalam manifesta saya kepada Sidang Internasional di Salamanca. Tujuan saya, antara lain, meningkatkan pembinaan spiritual anggota, membina dan mengembangkan pemimpin untuk melayani orang miskin di abad ke-21, dengan terus meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan bagi orang miskin.


Saya juga ingin memusatkan perhatian pada orang muda dengan membuka kesempatan bagi mereka untuk ikut terlibat dalam pelayanan, mengembangkan komunikasi efektif guna meningkatkan pemahaman dan pengetahuan yang lebih baik tentang kegiatan dan karya Serikat, bekerjasama dengan berbagai organisasi Kristen lainnya dalam karya amal dan keadilan, dan memelihara hubungan yang dekat dan kuat dengan hirarki Gereja. Inilah tujuan manifesto untuk mendorong perkembangan Serikat untuk menerobos ke negara-negara baru guna memberi pelayanan kepada lebih banyak orang yang membutuhkan dengan suatu pandangan yaitu perubahan sistematis dari orang miskin yang kami layani dan bantu. Ini berarti membantu orang miskin untuk menjadi mandiri dan meningkatkan martabat kemanusiaan mereka.


Apa rencana Anda untuk pembinaan spiritual dan pelatihan para anggota


Pembinaan spiritual para anggota itu perlu dan fundamental untuk bertumbuh dalam kerasulan dan spiritualitas Vincentian. SSV merupakan organisasi kerasulan awam Katolik dan Kristus menjadi pusat dari semua yang kita lakukan. Karya amal Kristen merupakan cinta kita kepada Kristus dalam bentuk pelayanan kasih kepada orang lain. Inilah salah satu nilai penting dari Spiritualitas Vincentian kami.


Banyak Dewan Nasional memiliki program pembinaan dan pelatihannya sendiri. Tanggung jawab ada pada mereka untuk memiliki tim pembina yang bertanggungjawab atas program pembinaan dan pengembangan bagi anggotanya. Jika mereka membutuhkan bimbingan dan bantuan, mereka bisa memintanya pada Dewan Umum atau dari para Vincentian di negara-negara yang lebih maju dan dewasa dalam bidang ini. Pembinaan dan pengembangan, baik spiritualitas maupun kepemimpinan, merupakan proses berkelanjutan.


Komunitas macam apa yang perlu mendapat perhatian khusus SSV?


Ada banyak jenis “orang miskin baru” di berbagai negara dan itu tergantung pada kebutuhan. Mereka adalah orang-orang tidak bekerja dan dapat dipekerjakan, orang yang menderita kecanduan seperti alkoholisme, anak nakal, keluarga yang disfungsional, pengungsi dan orang-orang yang terpaksa kehilangan tempat tinggal lantaran bencana alam atau politik. Jenis pelayanan yang kami berikan juga tergantung pada kemampuan, keahlian, dan pengalaman dari para anggota kami di lokalitas tertentu.


Banyak konferensi SSV tidak memiliki orang muda sebagai anggota


Ini menjadi fenomena terutama di negara-negara maju. Gaya hidup, prioritas, dan tujuan kaum muda berbeda dari apa yang pernah dimilki orangtua dan leluhur mereka. Tidak hanya di sejumlah konferensi kami tetapi juga di Gereja-Gereja, kehadiran orang muda telah menurun jauh. Namun, di beberapa negara dunia ketiga dan sedang berkembang, orang muda masih sangat aktif dalam konferensi kami. Sebagai contoh, Serikat kami memiliki anggota muda yang sangat aktif di banyak negara di Amerika Selatan dan di beberapa negara Afrika dan Asia serta daerah Oceania. Kita tidak bisa membuat generalisasi bahwa orang muda yang tidak aktif itu ada di mana-mana di semua negara.


Dampak yang sangat positif dari Hari Kaum Muda se-Dunia (WYD, World Youth Day) yang dihidupkan kembali oleh Paus Yohanes Paulus II, cukup peka dalam membawa banyak orang muda dari seluruh dunia kembali ke Gereja dan terlibat dalam berbagai kerasulan. Banyak orang muda mulai bergabung konferensi SSV dan beberapa dari mereka mampu melakukan pekerjaan luar biasa. Kita perlu fokus pada orang muda dan mempercayakan program yang cocok bagi mereka dan memberi mereka kesempatan untuk terlibat dalam pertumbuhan dan kepemimpinan. Biasanya, sekitar tiga hari sebelum program WYD yang sebenarnya, SSV memberi program-program khusus untuk Kaum Muda Vincentian yang datang dari berbagai belahan dunia.


Oleh C.Y. Lai, ucanews.com, Melaka, Malaysia


.

Read More..

05 Agustus 2011

SSV - Sebuah Bentuk Devosi

Rekan - Rekan Vinsensian.....

Ada yang menarik ketika mengikuti Pertemuan Nasional Komisi Liturgi (18-22 Juli) lalu. Dari hasil survey, salah satu bentuk devosi kepada orang kudus adalah SSV - devosi kepada St. Vinsensius. Selama ini banyak orang berpandangan bahwa kegiatan devosional hanya berupa doa dan bukan aksi nyata. Lewat rangkuman Pernas ini, saya mau membagikan sedikit. Semoga karya kita sungguh merupakan pembaktian diri kepada Allah melalui orang-orang kecil.
 
Menemukan Kembali Spiritualitas Devosi

Rapat Pleno Komisi Liturgi Konferensi Waligereja Indonesia yang diselenggarakan pada 18-22 Juli 2011 di Graha Wacana, SVD Family Centre, Jalan Raya Ledug 5 A, Prigen, Pasuruan, Jawa Timur. Pertemuan yang dihadiri oleh para Utusan Keuskupan se-Indonesia, para Dosen Liturgi, dan anggota Dewan Pleno Komisi Liturgi KWI ini memilih tema: ”Menemukan Kembali Spiritualitas Devosi.”



Latar Belakang


Pengalaman devosi merupakan suasana yang dominan dalam kehidupan umat. Devosi membantu umat untuk mengungkapkan hubungan dengan Allah dan untuk menumbuhkembangkan iman. Namun, seringkali devosi dilakukan semata-mata untuk menuruti perasaan pribadi tanpa memperhatikan kebenaran iman yang seharusnya terungkap di dalamnya dan tanpa memperhatikan dampaknya bagi sesama umat beriman. Selain itu, devosi yang dilakukan oleh umat pada umumnya didasari oleh kebutuhan pribadi umat dengan harapan bahwa Allah akan memenuhi kebutuhannya. Karena merasa puas dengan menjalankan devosi, banyak orang yang kemudian kurang menghayati dan kurang menghargai liturgi. Apalagi, liturgi dirasa sangat kering dan membosankan karena tidak sesuai keinginan dan perasaan pribadinya. Melihat kenyataan itu, seluruh anggota Gereja perlu memahami spiritualitas devosi, kaitan antara devosi dan liturgi, serta bagaimana menjalankan devosi secara benar dan sehat.

Read More..

05 Juli 2011

Pertemuan Nasional Kaum Muda - SSV


Semangat muda yang bernyala-nyala tampak dalam wajah-wajah peserta TMKV 2011  (Temu Kaum Muda Vinsensian) yang diselenggarakan di Wisma BethlehemMalang. Acara yang diadakan tanggal 30 Juni s/d 3 Juli 2011 itu diikuti oleh 105 peserta kaum muda SSV (Serikat Sosial Vinsensius) yang berasal dari berbagai kota di Indonesia. Peserta ada yang datang dari Flores, Lembata, Alor, Kupang yang harus menempuh perjalanan selama 3 hari untuk datang ke tempat pertemuan. Sementara peserta dari Lampung harus melewati 2 hari dalam kendaraan yang mereka tumpangi. Bukan Main….suatu perjuangan yang cukup melelahkan, namun tidak mengurangi semangat dalam mengikuti acara yang digagas oleh Dewan Nasional SSV Indonesia.
Acara tersebut bertujuan untuk mengkader anggota SSV kaum muda agar mereka semakin terlibat dalam kehidupan serikat terutama dalam pelayanan kaum miskin. Selain Pengurus Dewan Nasional mereka juga didampingi oleh 4 Romo yaitu Romo Antonius Sad Budianto, CM, Romo Gigih Julianto CM, Romo Dr. Armada Riyanto CM dan Romo Sapto Adi CM. Mereka dibekali dengan berbagai hal yang terkait dengan pelayanan SSV kepada Kaum Miskin. Untuk lebih mengenal kehidupan orang miskin juga dilakukan Social Outing yang diadakan dibeberapa tempat seperti Sanggar Anak, Gempol, Bhakti Luhur dan Alun-alun kota Malang. Disana

Read More..

04 Juli 2011

Michael Thio - Ketua Dewan Umum SSV Yang Baru

Michael Thio terpilih sebagai Ketua Dewan Umum XV SSV dengan perolehan suara 87 % pada tanggal 28 Mei 2010 di Salamanca, Spanyol. Secara resmi memulai tugasnya pada tanggal 27 September 2010 (Pesta St. Vinsensius de Paul). Beliau berasal dari Singapura dan merupakan orang Asia pertama dan orang non Eropa pertama yang menjadi Ketua Dewan Umum SSV.

Sejak 177 tahun SSV didirikan, untuk pertama kalinya memilih seorang ketua umum non-Eropa. Ini merupakan sesuatu yang tak terduga dan sejarah baru bagi Serikat. Menurut Michael Thio, Ketua Dewan Umum yang baru, SSV telah bertumbuh dan menjadi dewasa. Ada demokrasi dan keterbukaan dalam Serikat.



Rencana Ketua Dewan Umum ke depan adalah meningkatkan pembinaan spiritualitas anggota, membina dan mengembangkan kepemimpinan untuk melayani kaum miskin di abad 21. dengan terus meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan bagi orang miskin. Memusatkan perhatian pada kaum muda dengan melibatkan mereka dalam pelayanan, mengembangkan komunikasi efektif guna meningkatkan pemahaman dan pengetahuan yang lebih baik berkaitan dengan kegiatan dan karya Serikat. Bekerjasama dengan berbagai organisasi sosial kristiani sehubungan dengan karya dan keadilan dan menjalin hubungan yang dekat dan erat dengan hirarki Gereja.Mendorong perkembangan Serikat untuk menerobos ke negara-negara baru guna memberi pelayanan kepada lebih banyak orang yang membutuhkan dengan suatu pandangan baru yaitu perubahan sistematis (systemic change) dari orang miskin. Ini berarti membantu orang miskin untuk menjadi mandiri dan meningkatkan martabat kemanusiaan kaum miskin.



PERUBAHAN KEPENGURUSAN DEWAN UMUM


Awal Januari 2011, Dewan Umum mengumumkan susunan kepengurusan yang baru. Bro John Lee (China/Hong Kong) yang pernah hadir dalam Pertemuan Nasional SSV Indonesia di Sawiran 2010, pada periode yang lalu menjabat sebagai ASIA-OCENIA International Territorial Vice President sekarang menjabat sebagai General Vice President for the Structure. Jabatan Asia-Ocenia International Territorial Vice President digantikan oleh Bro Thomas Tan dari Singapura yang sebelumnya menjabat sebagai Koordinator Asia Grup 1. Thomas Tan pernah berkunjung ke Indonesia (Pertemuan Asia Grup di Bali dan Pertemuan Nasional tahun 2006). Saat ini Koordinator Asia Group 1 yang meliputi negara Indonesia, Brunai, Malaysia, Philipina dan Singapura dijabat oleh Salvador G. Silverio (Philiphina). Susunan kepengurusan yang lengkap dapat dilihat di Website Dewan Umum (www.ssvpglobal.org).


Read More..

PANASCO VII di Goa - India

PANASCO VII diselenggarakan di Goa, India pada tanggal 13-17 Agustus 2010. SSV Indonesia diwakili oleh Rm Antonius Sad Budianto CM (Penasehat Rohani Denas), Basukisworo (Ketua Denas), Diana Sumandianti (Sekretaris) dan Lanasari (Dept KomDok).


PANASCO (Pan Asian Congress) adalah pertemuan para Vinsensian tingkat Asia dan Ocenia (26 negara) yang diselenggarakan 4 tahun sekali. PANASCO merupakan inisiatif/prakarsa dari SSV Australia agar anggota SSV yang berasal dari berbagai Negara itu dapat bersama-sama bertemu untuk saling sharing pengalaman mengenai karya pelayanan di negara masing-masing, berdiskusi dan menemukan metode/langkah-langkah yang tepat untuk meningkatkan pelayanan kepada kaum miskin.

PANASCO VII ini mengambil Thema "Keadilan dan Perdamaian akan Merangkul." Dalam dunia modern saat ini, terjadi perubahan yang sangat pesat, banyak tantangan dan permasalahan baru yang muncul. Ada pula bentuk kemiskinan baru. Ada kebutuhan mendesak dari para Vinsensian untuk bertemu di tingkat internasional guna membahas dan mencari jalan keluar permasalahan tersebut. Melalui refleksi, doa, sharing dan diskusi dalam PANASCO VII diharapkan para Vinsensian dapat memiliki komitmen dan langkah-langkah yang nyata (tindakan praktis, konkrit dan positif) untuk membangun dunia dengan masa depan yang lebih baik

Read More..

28 Maret 2011

Lebih Baik Dibohongi Orang Miskin

Suatu ketika bersama-sama teman-teman SSV, kami bertemu dengan seorang penderita HIV di sebuah rumah sakit milik Pemerintah. Pasien ini, sebut saja A, dalam pengakuannya terinfeksi virus HIV karena suntikan. Dia mengaku berasal dari Makasar dan di kota ini tidak ada keluarga sama sekali yang bisa dihubungi. Tidak begitu jelas bagaimana kisahnya, hingga dia bisa dirawat di rumah sakit ini, karena pengakuannya berbeda-beda.
Dia merasa bahwa pihak rumah sakit tidak begitu suka akan kehadirannya ditempat itu. Perawat bersikap sinis dan bahkan bersikap "kasar" terhadap dia, begitu keluhannya. Mungkin karena A dianggap tidak memiliki dana untuk pengobatannya. Singkat cerita, karena merasa kasihan, kami akhirnya berbagi tugas untuk melayani A. Ada yang datang membesuk di pagi hari, ada yang sore hari. Tiap hari ada saja yang kami bawakan untuk A. Selimut, makanan, sarung, baju dll. Itu kami lakukan dengan senang hati.


Sampai suatu saat A merasa bahwa harapan hidup baginya sudah tidak ada, maka ia berharap agar bisa dibantu untuk keluar dari Rumah Sakit dan pulang kembali ke tanah kelahirannya di kota Makasar.



Kami mendiskusikan permintaan A dan akhirnya diputuskan untuk mencari donatur yang bisa membantu rencana itu. Beberapa orang yang aku hubungi menyanggupi untuk memberi sumbangan. Bahkan istriku juga bersemangat untuk mencarikan tiket ke Makasar. Nah....untuk pertimbangan kemanusiaan, mengingat waktu yang mendesak, aku berinisiatif memberikan uang sekitar 3 jutaan ke A dengan maksud agar ia sendiri yang membayar hutang biaya pengobatannya. Harapan kami agar dia menjadi lebih percaya diri dihadapan petugas dan perawat RS. Uang itu sebenarnya masih uang pribadi, karena masih belum sempat bertemu para donatur. Setelah menerima uang tersebut, A bergegas ijin untuk mengurus administrasi keluar dari RS. Setelah ditunggu 1 jam lebih......eh ternyata A menghilang. Pihak administrasi RS juga menyatakan bahwa A tidak datang ke bagian administrasi. Lemaslah badanku.




Perasaan marah dan jengkel bercampur aduk menjadi satu. Kami merasa kesal. Ditipu oleh orang yang selama ini kami beri perhatian..... Umpatan dan makian keluar. Dalam hati kami menyadari kebodohan kami. Terlalu percaya dengan A. Dari informasi yang berhasil kami telusuri, ternyata dia juga menjadi buronan polisi di kota lain. Dia juga sering menipu kesana kemari.

Selama beberapa hari aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Hati ini begitu sakit, mengingat uang yang dilarikan adalah uang pribadi. Nilai uang itu sangat berarti bagi keluargaku. Peristiwa ditipu oleh orang miskin sudah pernah kami alami. Namun yang terakhir ini benar-benar membuat aku kecewa. Sampai terlintas dipikiranku, ....ah sebaiknya aku berhenti saja untuk berkarya di bidang sosial ini.

Sampai suatu saat aku diingatkan oleh seorang Romo tentang Vinsensius, seorang santo yang berasal dari Perancis. Vinsensius sangat dekat dengan orang miskin. Meskipun dia memiliki tugas rutin sebagai seorang imam, namun dia tetap memberikan waktunya untuk menolong dan mengunjungi orang-orang miskin. Hidupnya sangat bersahaja. Dia mencoba meneladani sang Guru Agung. Vinsensius pun pernah mengalami hal yang sama, namun dia tidak pernah berhenti untuk melayani sesamanya yang menderita. Ada kata-katanya yang patut untuk direnungkan "lebih baik aku ditipu oleh orang miskin, daripada aku tidak berbuat apa-apa ketika ada orang miskin yang meminta tolong."

Vinsensius tidak ingin peristiwa yang pahit itu menjadi halangan untuk menolong orang-orang lain yang barangkali betul-betul membutuhkan uluran tangan kita. Vinsensius ingin mengingatkan bahwa apapun yang terjadi, kita tetap harus concern untuk penderitaan mereka, walau kadang-kadang hal itu menyakitkan. Karena bagaimanapun mereka tetap bagian dari saudara kita. Merekapun ciptaan Allah yang maha kasih.

Aku sadar....kadang-kadang berbagai cara dilakukan bagi orang miskin untuk tetap bisa bertahan hidup. Banyak yang bisa tetap berada di jalur yang direstui oleh-Nya, meskipun hidup terasa berat. Namun, ada juga yang ingin mengatasinya dengan jalan pintas.

Hingga suatu hari.....
saat membaca sebuah majalah rohani nasional, ada sebuah artikel yang memuat kisah tentang A dari yang bersangkutan. Kisahnya memilukan dengan alur cerita yang luar biasa. Membaca kisahnya orang akan bersimpati. Disana ...rupanya sang wartawan tidak tahu apa yang sebenarnya telah dilakukan oleh A.

Namun.... belajar dari semangat Vinsensius, aku mencoba untuk memaafkannya.

Semoga Allah menyertai langkah hidupnya.

Oleh: Erik

Read More..

22 Maret 2011

Kisah dari Para Pemulung di Akamasoa - Madagaskar


Akamasoa adalah bahasa Madagaskar (Malagasy) yang mempunyai arti "komunitas dari para sahabat baik". Kisah ini demikian terkenal di Madagaskar dan dunia karya cinta kasih. Akamasoa adalah gerakan cinta kasih bersama-sama.

Diawali oleh seorang Misionaris yaitu Romo Pedro Opeka, CM. Ia berasal dari Argentina tetapi ayah dan ibunya merupakan pengungsi dari Eropa (Slovenia). Dalam kegiatannya sebagai misionaris, dia mengunjungi daerah-daerah miskin di ibukota Madagaskar, Tannarive. Suatu saat dia menjumpai wilayah dengan kemiskinan hebat di sudut ibukota Madagaskar, di wilayah pembuangan sampah.

Romo Pedro mengunjungi dengan ketelatenan. Ia berkenalan dengan mereka. Kerap pula dia dicemooh sebagai "kulit putih". Diperlukan kira-kira enam bulan atau lebih bagi Romo Pedro untuk memiliki relasi yang baik dengan mereka. Sampai suatu saat, Romo Pedro bersama-sama dengan orang miskin disekitar mulai membangun rumah yang pantas bagi mereka, sekolah yang layak dan pendirian beberapa aktivitas untuk lapangan pekerjaan.

Romo Pedro kini telah bekerja lebih dari dua puluh tahunan bersama orang-orang miskin Akamasoa dan bersama-sama mereka telah mendirikan perumahan yang layak bagi lebih dari 20 ribu-an unit. Jumlah orang miskin yang dibantu secara efektif mencapai 250 ribu manusia diantaranya lebih dari 8.500 anak-anak usia sekolah. Hingga saat ini Romo Pedro Opeka CM yang mencintai sepakbola masih sehat dan tengah merencanakan hal-hal yang lebih besar lagi untuk kemandirian orang-orang miskin di Akamasoa.

Karya Romo Pedro dipandang sebagai kisah Systemic Change, bukan karena besarnya melainkan karena kebersamaannya. Karya itu lahir dan berkembang serta hidup dari Gerak Bersama para sahabat kaum miskin.

Disadur dari buku "Seed of Hope"
Rm. Armada Riyanto, CM

Read More..

27 Juni 2010

Beato Frederic Ozanam - Pendiri SSV


Frederic Ozanam dilahirkan di Milan (waktu itu dibawah wilayah Perancis) pada tanggal 23 April 1813. Dua tahun kemudian keluarganya pindah ke kota Lyons dimana Frederic Ozanam tumbuh dewasa. Pada usia 15 tahun, Frederic Ozanam mengalami keragu-raguan akan kepercayaannya namun Abbe Noirot, seorang pastor dapat membimbingnya.

Frederic Ozanam masuk kuliah hukum di Sorbonne, paris pada tahun 1831. Pada waktu itu terdapat banyak orang anti Gereja dan beberapa orang yang masih percaya merasa takut dan tidak aman karena serangan orang-orang tersebut. Tetapi Ozanam yang bergabung dengan seorang guru dan beberapa temannya (Prof. Emmanuel Bailly, Paul Lamache, Felix Clave, Auguste Le tailandier, Jules Devaux dan Francois Lallier) merasa tertantang untuk menjawab serangan tersebut. Mula-mula mereka mendirikan suatu kelompok yang dinamakan Konferensi Sejarah, yaitu suatu kelompok yang membicarakan tentang agama dan sejarah.

Tetapi ejekan dari musuh-musuh Gereja dengan pertanyaan:”Mana perbuatanmu yang membuktikan kebenaran imanmu?”, membuat Frederic Ozanam dan teman-temannya menyadari bahwa konferensi sejarah belum berhasil menjawab usaha mereka. Maka pada tahun 1833, mereka membentuk konferensi cinta kasih dengan kegiatan mengunjungi dan membantu orang-orang miskin.


Yang menjadi ketua konferensi pertama adalah mahaguru mereka yaitu Prof. Emmanuel Bailly dan kemudian kelak menjadi ketua dewan-dewan yang pertama. Dua tahun kemudian yaitu 1835 lahir suatu perkumpulan yang telah mempunyai tujuan dan peraturan-peraturan, yang mempunyai nama Serikat Sosial Vinsensius (Society of St. Vincent de Paul). Pada tahun 1841 Frederic Ozanam menikah dengan Amelie Soulacroix, seorang yang mempunyai perhatian yang sama dengannya dan dari pernikahan mereka mempunyai seorang putri bernama Marie. Ozanam lulus sarjana Hukum dan berpraktek di Lyons hingga menjadi mahaguru (professor) pertama di bidang hukum dagang di universitas tersebut. Tetapi ia menyadari bahwa bakat dan minat sesungguhnya terdapat di bidang pendidikan dan kesusastraan asing. Maka ia kembali kuliah kesusastraan di Universitas Sorbonne dan memperoleh gelar pada tahun 1835, gelar doctor pada tahun 1839 dan menjadi mahaguru di bidang kesusasteraan asing pada usia 31 tahun.

Di samping kehidupan Ozanam dalam dunia akademis, ia terus menerus bertugas melayani Gereja dan pengabdiannya yang penuh pada perkembangan Serikat Santo Vinsensius. Ia juga banyak menyumbangkan karyanya dan menjadi editor bulletin sosial dan majalah katolik yang terkenal. Ia bertindak sebagai penghubung antara dewan-dewan di Paris dan Lyon dan menjadi tuan rumah dalam pertemuan–pertemuan untuk kepentingan Gereja. Sayang karena fisiknya yang lemah dan penyakitnya berangsur-angsur melemahkan kekuatan dan tenaganya. Ozanam meninggal dunia di Marseilles pada tanggal 8 September 1853 di usia 40 tahun.

Proses pengajuan beatifikasi Frederic Ozanam telah dimulai tahun 1925. Tepat pada peringatan perayaan 160 tahun berdirinya SSV, yaitu tanggal 27 April 1993 di depan anggota-anggota SSV yang berkumpul di Roma Bapa Suci Paus Yohanes Paulus II berkata:”Kita harus berterima kasih kepada tuhan atas berkah anugerah yang telah diberikan kepada Gereja, dengan adanya Ozanam. Suatu keajaiban yang luar biasa, dihasilkan dari karya Ozanam terhadap Gereja, masyarakat, dan orang miskin. Mahasiswa ini, Profesor ini, Bapa para keluarga ini, telah menimbulkan suatu keyakinan keluarga ini, telah menimbulkan suatu keyakinan keluarga ini, telah menimbulkan suatu keyakinan keluarga ini, telah menimbulkan suatu keyakinan yang kuat dan kasih sayang yang tiada henti. Namanya tidak lepas dengan nama St. Vinsensius a Paulo.... Bagaimana kita tidak akan berharap bahwa Gereja akan juga menempatkan Ozanam di antara orang-orang suci dan para Santo?”

Pada tanggal 6 Juli 1993, dihadiri oleh Mr. Amin A. De Tarrazi, Ketua Dewan Umum/Internasional SSV, Rev. Fr. Gioseppe Guerra, dari Kongregasi Misi (CM); para Postulator; Monsignor Luigi Porsi, Advocate; dan suster Maria Antonia Di Tano, PK; Bapa Suci mengumumkan suatu keputusan mengenai kebijakan Frederik Ozanam. Keputusan tersebut berarti bahwa Frederic Ozanam, pendiri utama SSV adalah “layak untuk dimuliakan”.Dengan pernyataan Bapa Suci tersebut, nampaknya jalan telah terbuka terhadap usaha-usaha yang berhubungan dengan proses beatifikasi Frederic Ozanam. Proses beatifikasi tersebut telah melalui usaha-usaha bertahun-tahun yang tidak mengenal lelah dengan doa-doa para anggota SSV dan harapan-harapan yang penuh dengan kesabaran, kini tampaknya telah menunjukkan suatu harapan.

Ucapan Frederic Ozanam yang terkenal adalah “saya ingin merangkul dunia dengan suatu jaringan cinta kasih.” Pada tahun 1993, Serikat impian Frederic Ozanam yang tersebar di 125 negara di seluruh dunia.

Read More..

Melibatkan Kaum Muda dalam Pelayanan




Sebagaimana panggilan pertama Serikat menyentuh dan menggerakkan kaum muda, maka Serikat senantiasa mengajak dan menggerakkan kaum muda untuk peka terhadap panggilan Tuhan, mewujudkan imannya dalam tindakan nyata melayani orang miskin dengan penuh kasih dan persahabatan. Dengan demikian mereka menghadirkan kasih Allah sendiri bagi orang yang paling terlantar dan menderita. “ Di sekitarmu ada banyak anak muda. Betapa penting dan meneguhkan bagi hati muda mereka untuk menunjukkan pada mereka Yesus Kristus. Bukan dalam lukisan karya pelukis agung, bukan pula di altar yang gemerlap oleh emas dan cahaya, namun untuk menunjukkan kepada mereka Yesus Kristus dan luka-lukaNya dalam diri orang miskin” (Beato F. Ozanam)

Read More..

16 Juni 2010

General Assembly di Salamanca – Spanyol



Pada tgl. 28 Mei s/d 1 Juni 2010 bertempat di Salamanca, Spanyol telah diadakan General Assembly yang dihadiri oleh 180 peserta dari 110 negara dari seluruh dunia. Agenda utama dalam pertemuan itu adalah pemilihan ketua SSV ke-15 untuk menggantikan Juan Ramon Torramocha (Spanyol). Setiap negara memiliki satu suara untuk ikut berpartisipasi dalam pemilihan itu. Indonesia mengirimkan Bpk. Erik Subiyanto, wakil ketua DeNas, dalam pemilihan itu. Berikut ini sebagian laporannya.

Hari ke-1
Misa pagi selalu mengawali hari-hari pertemuan. Pada kesempatan itu Hymne SSV untuk pertama kali diperkenalkan dalam bahasa Perancis, Inggris dan Spanyol. Sungguh ini suatu kebanggaan bagi kita bersama bahwa lagu ini bisa membantu kita untuk saling membina persaudaraan SSV dengan semua orang, dengan semua bangsa tanpa terkecuali. Mengingatkan bahwa kita punya rekan kerja seiman dimana-mana.

Ketua Juan Ramon membuka acara sekaligus melaporkan aktivitas Dewan Umum SSV selama periode kepemimpinannya. Laporan itu juga meliputi laporan keuangan yang disampaikan oleh Ian Mcturk, bendahara Dewan Umum. Secara keseluruhan ada kemajuan dalam perkembangan SSV di seluruh dunia. Kerjasama di tingkat Internasional semakin berkembang dengan dilibatkannya SSV dalam proyek Unesco. Kondisi keuangan Dewan Umum tahun ini juga memperlihatkan perbaikan dari tahun sebelumnya, ini disebabkan karena semakin banyak negara yang ikut memberikan kontribusinya.


Dalam sambutannya, Juan Ramon mengharapkan agar SSV semakin terlibat dalam kerjasama yang dibangun oleh Family Vincentian ( Keluarga Vinsensian ). Kerjasama ini penting mengingat kita mempunyai tujuan yang sama yaitu menolong orang miskin. Didalam keluarga Vinsensian, tidak ada yang boleh merasa paling penting. CM bukan paling penting meskipun St. Vinsensius yang mendirikan, Putri Kasih juga bukan paling penting meskipun dia yang membimbing SSV pertama kali juga bukan SSV yang paling penting meskipun memiliki cabang yang terbanyak. Tapi yang terpenting karena kita disatukan dalam satu semangat kerasulan. Kita diundang untuk melayani sesama, melayani Kristus. Kekuatan kita adalah Allah sendiri. Banyak jalan menuju Yerusalem, tetapi Allah sendiri yang akan memberi jalan / kekuatan.
Selain itu beliau juga mendorong kita untuk terus berbuat seperti apa yang dilakukan oleh Frederic Ozanam bersama teman-temannya di thn 1833. Kita harus membuat gerakan nyata untuk mengentas kemiskinan.

Siang harinya dilakukan pemilihan suara. Bagi mereka yang tidak datang, suara dikirim melalui surat. Setiap negara berhak atas satu suara. Dari 5 orang nominasi calon ketua, akhirnya terpilih Michael Thio dari Singapore dengan jumlah suara meyakinkan sebanyak 87 %. Terpilihnya Michael Thio yang mewakili benua Asia merupakan sejarah baru dalam organisasi SSV. Mengapa demikian? Sebab ketua sebelumnya selalu berasal dari benua Eropa. Ini membuktikan bahwa SSV sebagai organisasi sosial berhasil menunjukkan sifat internasionalnya dan tidak membedakan ras sesuai dengan semangat yang dibawa oleh pendiri SSV, Frederic Ozanam dan rekan-rekannya, ketika mendirikan serikat ini di Paris.

Michael Thio seperti diketahui selama ini sangat aktif memperjuangkan SSV dimana-mana. Terlibat di SSV selama 43 tahun. Posisi sebelumnya sebagai Wakil Ketua Dewan Umum SSV mengantarnya untuk terlibat aktif dalam pengembangan SSV di beberapa negara. Selain itu kemampuan organisasinya yang cukup baik (pernah menjadi Direktur Operasional British Company) diharapkan mampu membuat SSV menjadi organisasi yang lebih efektif dalam membantu orang miskin.

Hari ke-2
Dr. John Falzon (CEO SSV Australia) menyampaikan tentang Social Justice. John mengingatkan bahwa SSV merupakan sebuah gerakan sosial yang harus maju kedepan. SSV berkomitmen untuk melakukan perubahan sosial dimasyarakat yang lebih adil dan penuh kasih sayang. Selain itu SSV juga merupakan sebuah gerakan spiritual. Dalam SSV kita juga digerakkan oleh kasih Allah. Kita menjadi saksi dari kehadiran Allah didunia. ”Berbahagialah kamu yang miskin dihadapan Allah....karena kamulah pemilik kerajaan Allah.” Lukas 6: 20, 24. Kita harus meniru pendiri kita, Frederic Ozanam, yang selalu belajar melihat penyebab kemiskinan dan penindasan agar bisa mencegahnya dikemudian hari.

Diskusi berikutnya mengenai topik Kaum Muda dibawakan oleh Julien Spiewak (Perancis), International Youth Coordinator CGI, yang sangat bersemangat dalam menggerakkan anak muda.
Kita diingatkan kepada sejarah bahwa sekelompok mahasiswa, dalam hal ini anak muda, di bulan April 1833 mulai bekerja dengan komitmen untuk melayani orang miskin. Meskipun saat ini banyak konferensi yang anggotanya tidak muda lagi, namun sangat penting bahwa ”semangat muda” untuk berinovasi dan beradaptasi harus selalu ada diantara kita. Julien mengingatkan kita untuk selalu memberikan kesempatan kepada anak muda untuk terlibat aktif. Memberi ruang dan tempat bagi mereka untuk bersuara. Saat ini ditingkat Internasional sudah beberapa kali diadakan pertemuan kaum muda mulai di Salamanca (2008), Filipina (2009) dan di delapan negara di Amerika Selatan. Ada rencana pertemuan kaum muda di Salamanca pada tgl. 13-15 Agustus 2011.

Di sore hari peserta diajak berdiskusi dalam kelompok untuk membicarakannya tentang Social Justice dan Kaum Muda. Hasil diskusi ini dituangkan dalam laporan yang disampaikan kepada panitia.

Hari ke-3
Kardinal Paul J. Cordes dari Roma juga menyempatkan hadir dalam pertemuan ini. Pada kesempatan itu, Kardinal memberikan penghargaan dari Bapa Paus Benediktus kepada Juan Ramon atas usahanya melalui SSV yang telah berkarya menolong orang miskin di seluruh dunia.
Kardinal Cordes mengingatkan bahwa sebagai Vinsensian, kita harus menjadi alat Kristus untuk menyatakan cinta Allah. Pelayanan kita tidak bisa dipisahkan dari Gereja. Melalui Gereja, Tuhan memberikan kekuatan untuk melayani orang miskin. Tuhan memberikan contoh dirinya sendiri dalam mencintai manusia. Yesus mau hidup dan mengalami sengsara yang luarbiasa demi cintaNya kepada manusia. Ini merupakan contoh paling baik bagi karya kita. Kita juga perlu belajar melihat pengalaman dari Beato Frederic Ozanam. Semasa hidupnya pendiri SSV ini sempat mengalami keraguan akan kehadiran Tuhan. Sampai suatu saat, Ia berkata: ”Aku akan mempersembahkan diri sepenuhnya untuk kebenaran”. Setelah bergulat dalam pelayanan kepada orang miskin, pada akhirnya, Frederic bisa mengatakan ”mengapa aku harus takut dengan Tuhan ? Aku mencintainya.”

Para peserta General Assembly hari ini juga mendapat kesempatan mengunjungi kota Avilla tempat kelahiran St. Theresia. Perjalanan dari Salamanca ke Avilla ditempuh dalam waktu 1 jam dengan bus yang sudah disediakan oleh panitia. Kota Avilla sendiri sebenarnya merupakan kota tua yang didirikan pada abad ke-9. Yang membuatnya menarik adalah kota ini dikelilingi oleh benteng yang tampak kokoh dari kejauhan. Didalam kota benteng ini ada beberapa gereja, katedral, kapel, museum, situs tempat St. Theresia, pasar, toko-toko dan bangunan tempat tinggal penduduk. Suasana kristen tampak terasa ketika kita berada didalam benteng ini.

Hari ke-4
Romo Robert Maloney, CM membahas topic mengenai Systemic Change and the poor dengan cara yang menarik berupa pemutaran beberapa film tentang studi kasus. Topik bahasan dimulai dari kisah awal impian untuk membuat proyek Systemic Change.
Saat ini Romo Greg Gay, Superior Jenderal CM, telah membentuk suatu komisi untuk menyebarluaskan pemikiran tentang Systemic Change terutama kepada para anggota Keluarga Vinsensian (Family Vincentian) di seluruh dunia. Sytemic Change bertujuan untuk menghentikan lingkaran kemiskinan yang ada. Dalam Systemic Change kita perlu memutus rantai kemiskinan yang ada sehingga bisa memperbaiki kondisi bagi masyarakat miskin. Contoh Lingkaran tsb sebagai berikut:
1. Seseorang tidak memiliki pekerjaan, maka tidak bisa punya uang
2. Tidak punya uang membuat mereka tidak memiliki makanan yang baik
3. Konsumsi makanan yang tidak baik menyebabkan kesehatan menurun
4. Kesehatan yang buruk membuat mereka tidak bisa bersekolah dengan baik
5. Jenjang pendidikan yang tidak tinggi menyebabkan mereka tidak bisa bersaing untuk mendapat pekerjaan dan akhirnya mereka menjadi pengangguran

Beberapa kriteria dari proyek Systemic Change:
1. Punya dampak sosial yang luas dalam kehidupan orang miskin
Proyek membantu perubahan secara keseluruhan terhadap hidup mereka yang terlibat.
2. Berkelanjutan
Proyek ini juga dapat merubah secara permanen dalam diri orang miskin, seperti mendapat pekerjaan, pendidikan, perumahan dan tersedianya air bersih dan makanan yang cukup dan lain-lain
3. Bisa ditiru
Proyek ini bisa juga diterapkan untuk masalah yang sama di tempat lain. Strategi dan tehnik bisa diimplementasikan di berbagai lingkungan.
4. Innovasi
Proyek juga bisa mengadaptasi inovasi / temuan baru. Systemic Change diharapkan bisa membantu kita ”untuk belajar melihat dunia baru” seperti yang dikatakan oleh Albert Einstein.
Kita bisa mengadaptasikan beberapa contoh keberhasilan proyek yang berbasis model Systemic Change untuk digunakan pada lokasi yang berbeda. Beberapa pelatihan tentang Systemic Change sudah dilakukan, yang terakhir adalah dalam pertemuan Keluarga Vinsensian di Thailand bulan November 2010 yang lalu. Selain memenuhi kebutuhan mendasar dari individu, sebagai Vinsensian kita juga dituntut kejelian dalam memutus rantai kemiskinan.

Contoh kasus adalah apa yang terjadi di Okoa – Guatemala dimana kerjasama antara Romo Louis (misionaris dari Kanada), SSV dan masyarakat setempat berhasil mengentas kemiskinan dengan membuat saluran air untuk memperbaiki lingkungan masyarakat. Akibatnya pengangguran berkurang. Proyek ini menjadi percontohan bagi proyek sejenis yang sekarang berlokasi di 120 desa.
Romo Maloney juga memberi contoh proyek pengerjaan sampah yang dilakukan di Madagaskar dimana sekarang masyarakat akhirnya memiliki sekolah sendiri, punya rumah sakit modern, setiap keluarga memiliki rumah.

Seperti dihari ke-3 para peserta juga dibagi dalam kelompok dan mendiskusikan pengalaman masing-masing negara terkait dengan Systemic Change Project.

Hari ke-5
Pada hari terakhir ini, para peserta mendapatkan kesimpulan hasil workshop selama pertemuan di Salamanca. Hasil pertemuan ini diharapkan dapat disosialisasikan di semua negara. Harapannya SSV bisa berkembang lebih maju dan mempunyai jaringan kerjasama yang lebih solid di masa yang akan datang.
Sebagai penutup, ketua SSV yang baru, Michael Thio menyampaikan banyak terima kasih atas partisipasi yang aktif dari seluruh peserta. Beliau juga memaparkan rencana kerja dan hal-hal yang menjadi fokus perhatiannya untuk membuat SSV menjadi organisasi Internasional yang lebih baik dalam memberikan pelayanan kepada orang miskin. Beliau juga menginginkan adanya pengembangan kepemimpinan di SSV.
SSV adalah sebuah organisasi yang menginspirasikan nilai-nilai katolik pada karya kasih diseluruh penjuru dunia. Dengan rahmat Tuhan dan kerjasama dengan teman-teman Vinsensian, kita akan menumbuhkan nilai-nilai itu lebih jauh sehingga tujuan dan misi pendiri kita tercapai.” demikian yang disampaikannya pada CatholicNews. Pada kesempatan itu beliau juga menyebutkan nama-nama yang akan mendampinginya untuk periode mendatang, yaitu:
1. Brian O Reilly - Vice President General (Irlandia)
2. Bruno Menard - Secretary General (Perancis)
3. Liam Fitzpatrick - Treasurer General (Irlandia)

Read More..

29 April 2010

Kisah dari Pinggiran Sungai Okoa - Republik Dominika


Kisah ini bagai sebuah drama kehidupan sehari-hari.
Di pinggiran sungai Okoa (aslinya tertulis Ocoa), terletak nun jauh di belahan benua Amerika Latin, terdapat sebuah stasi dengan beberapa ratus keluarga. Selama bertahun-tahun penduduk hidup dari pertanian. Mereka bercocok tanam, memanen hasilnya, sebagian dimakan dan sebagian yang lain dijual. Demikian keseharian mereka sejak nenek moyangnya.
Tetapi, bencana terjadi beberapa tahun terakhir ini. Anak-anak yang baru lahir cepat mati. Sementara yang sudah agak besar tidak mendapat nutrisi yang baik. Akibatnya, mereka tidak tumbuh dengan sehat. Sementara yang sekolah tidak bisa melanjutkan sekolahnya karena biaya tidak ada lagi. Yang dewasa menjadi pengangguran. Keluarga-keluarga muda sering cekcok, karena suami tidak memberikan uang belanja cukup. Yang lain menjatuhkan diri dalam minum yang berlebihan karena frustasi.

Mengapa semuanya itu terjadi ?

Romo Lo (Romo Louis) misionaris dari Kanada yang sudah berkarya di wilayah itu sangat prihatin. Secara telaten Romo Lo mengajak berkumpul tokoh-tokoh umat untuk saling mendengarkan. Mereka saling tukar pandangan, mengapa ‘bencana” itu terjadi di dalam hidup mereka setiap hari.
Mereka menyebut semua itu terjadi karena kekurangan uang. Tetapi, ada juga yang bertanya, mengapa mereka kekurangan uang ? Beberapa berkata, karena tidak ada lagi pekerjaan. Kenapa mereka tidak bekerja ? Tidak sedikit yang berterus terang, tanah mereka kini kering. Tanah tidak bisa diapa-apakan lagi. Mengapa tanah kering ? Tidak ada air. Mengapa tidak ada air ? Hujan tidak lagi turun dengan teratur, seperti beberapa tahun yang lalu. Sungai Okoa pun kini mengering. Wilayah hutan di sekitar itu sudah rusak oleh pembabatan yang tak bertanggung jawab.
Jadi, sampai disini, dalam kesempatan “rembugan bersama”’ mereka sampai pada kesimpulan bahwa sebab dari segala bencana hidup mereka adalah Kekurangan Air.
Kini, Romo Lo dan tokoh-tokoh umat stasi mengakhiri pertemuan dengan doa khusus mohon bantuan Tuhan agar mengirimkan air …. Apakah Tuhan mengabulkan permohonan mereka ???
Penyelenggaraan Tuhan berliku. Kerap kali datang secara tidak terduga. Demikian juga dengan apa yang terjadi pada umat stasi di pinggiran sungai Okoa.
Hari itu, Romo Lo kedatangan beberapa mahasiswi dan mahasiswa. Mereka tidak mengenal wilayah itu untuk “survey lapangan”, melihat kemungkinan apakah mereka bisa tinggal bersama mereka nantinya. Romo Lo seperti biasa menyambut mereka dengan kesederhanaan dan keramahan ala kadarnya.
Diantara mahisiswa mahasiswi yang berkunjung, ada seorang gadis yang ayahnya adalah seorang ketua konferensi SSV di Amerika. Gadis itu sebutlah Anna namanya. Anna pulang dan cerita kepada ayahnya tentang apa yang dilihat dan dirasakannya. Anna tidak berkata banyak, kecuali dengan tegas minta kepada ayahnya, Jack Esham namanya; “Papa harus kesana untuk melihat umat di pinggiran sungai Okoa !”
Jack seorang aktivis SSV yang sehari-harinya ditengah kesibukan kerja dan waktu untuk keluarga. Dalam kesempatan kunjungannya ke Okoa ia melihat dan merasakan kemiskinan yang benar-benar merupakan sebuah bencana, menggerogoti kehidupan sehari-hari anak-anak, remaja, kaum muda dan keluarga. Mereka tidak punya pekerjaan. Akibatnya, mereka tidak punya cukup uang. Ketidak-cukupan uang membuat mereka tidak bisa makan dengan baik, sebagai konsekuensinya selanjutnya banyak yang sakit dan cepat mati terutama bayi dan anak-anak. Tidak punya uang juga membuat mereka tidak mampu mengirim anak ke sekolah. Ketika mereka tidak ke sekolah, mereka tidak mampu tumbuh dengan baik, tidak punya bekal masa depan. Dan, begitulah lingkarannya kembali lagi, ketika mereka tidak mampu sekolah, mereka tidak terdidik dan mereka juga pasti kehilangan kesempatan untuk mendapat pekerjaan yang layak. Ini sebuah lingkaran sebab akibat yang tiada putus. Sebuah lingkaran setan.
Jack mendengarkan Romo Lo dan umat dipinggiran sungai Okoa, apa yang bisa dikerjakan untuk “memotong” rantai lingkaran setan ini ?
Tokoh-tokoh umat dan Romo Lo berkata, mereka bisa ‘menghidupkan kembali” lahan-lahan tanah mereka yang kering dan mengolah tanah kembali asalkan ada air. Tetapi bagaimana mendatangkan air ? Ada air, tapi ditempat yang jauh disana, di bukit atas yang jaraknya beberapa kilometer. Dibutuhkan biaya beberapa ratus juta untuk pemasangan pipa sekaligus dengan biaya pembangunan dan perawatannya.
Jack mendengarkan rancangan mereka, sembari berkata bahwa jika ada bantuan, tetap diperlukan kolaborasi yang tetap dan kokoh dari umat untuk merealisasikan proyeknya.
Jack kembali ke Amerika dengan segudang rancangan bantuan. Mulailah Jack mengerahkan konferensi-konferensi di Amerika untuk mengumpulkan dana bantuan. Dan, ketika berhasil didapat beberapa ratus juta, dimulailah proyek itu.
Okoa kembali teraliri air. Sawah menjadi menghijau lagi. Mereka menanam pohon disekitarnya untuk penahan air dan konservasi kesuburan tanah. Lahan bisa ditanami dan dipanen. Mereka mendapatkan kembali makanan yang cukup. Kematian dini anak-anak bisa ditekan seminimal mungkin. Sekolah pun juga dapat dibangun.
Dan…umat dipinggiran sungai Okoa pun kini mendapatkan KEHIDUPAN mereka kembali. Senyum dan keceriaan anak-anak pun kini menebar keindahan.
Itulah, kisah Systemic Change. Kisah yang berupa:
• Kesadaran Bersama bahwa mereka telah dirundung kemiskinan
• Gerakan Bersama bahwa mereka bisa melepaskan diri dari kemiskinan dengan kerja bersama dan “mencari bantuan” dari Tuhan dan sesama (SSV)
• Perubahan Sistem Kehidupan sehari-hari yang diupayakan Bersama.
Rm. Armada Riyanto, CM
.

Read More..

28 April 2010

Umat Kaya berbagi Kebahagiaan Paskah dengan Umat Miskin


Umat Katolik yang kaya di paroki terbesar di Bangladesh membantu kaum papa untuk merayakan Paskah. Sedikit uang tunai dan sumbangan kebutuhan sehari-hari disediakan bagi umat yang miskin.
Para anggota Serikat Sosial Vinsensius (SSV) di Paroki Rosario Suci di Tejgaon, Dhaka, mengumpulkan sekitar 25.000 taka (US$ 357) dari umat dan membeli beras, minyak, dan kacang-kacangan yang didistribusikan kepada sekitar 30 keluarga miskin pada 30 Maret.
Pascah Pamer, 60, ketua SSV tingkat paroki itu mengatakan, “Setiap tahun pada masa Natal dan Paskah, kami berusaha untuk membantu umat Katolik yang miskin untuk bisa turut menikmati kegembiraan pesta-pesta keagamaan itu. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada umat Katolik mampu yang dengan murah hati memberikan sesuatu kepada orang miskin.”
SSV cabang lokal itu dibentuk tahun 1972. Sejak itu, serikat itu telah membantu umat Katolik yang miskin untuk membangun rumah, membeli mesin jahit, alat pertukangan, rickshaw (semacam becak), mengadakan warung teh, dan menyediakan beasiswa bagi pendidikan para siswa miskin.
Pada acara pembagian bantuan di gereja itu, 30 keluarga menerima masing-masing 5 kilogram beras, 1 kilogram minyak, 1 kilogram kacang-kacangan, dan uang tunia sebesar 100 taka.
Pushpa Gomes, 30, ibu rumah tangga yang menjadi donor, mengatakan kepada UCA News, “Saya senang sekali bisa berbagi kegembiraan Paskah dengan umat yang miskin. Saya ingin melihat mereka merayakan Paskah dengan gembira. ”
Katolik yang miskin mengucapkan terima kasih SSV dan umat yang kaya atas sumbangan mereka.

“Saya berjuang setiap hari bersama empat anak. Sumbangan ini akan membantu keluarga saya merayakan Paskah,” kata Maria Theresa Sangma, 45, warga suku Garo yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Pushpa Costa, 38, seorang janda yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga mengatakan kepada UCA News, “Saya tidak bisa menunjang keluarga saya dengan pendapatan saya yang kecil. Sebagai seorang Kristen, saya tidak bisa mengemis atau mencari uang melalui cara-cara tidak etis [pelacuran],” katanya, dengan menahan airmata.
“Jadi saya datang untuk mendapat sumbangan di Gereja dan saya gembira menerimanya,” tambahnya.
Michael Cruze, 36, bekerja sebagai pembuat pot di pasar terdekat pada malam hari. Dia tinggal di rumah saudarinya.
Setelah menerima sumbangan, dia mengatakan kepada UCA News, “Saya tidak bisa makan tiga kali sehari, jadi saya sangat berterima kasih kepada para dermawan yang membantu kami untuk merayakan Paskah dengan lebih baik.”
Orang-orang Kristen miskin itu berjumlah sekitar 1.00 orang. Mereka tinggal di daerah-daerah kumuh di Dhaka, demikian sumber-sumber Gereja.
-UCA News
www.cathnewsindonesia.com.

Read More..